Senin, 30 Mei 2011

Seksualitas Kaum Berjubah

My rating: 3 of 5 stars

Pertanyaan "Apakah yang rohaniwan Katolik lalukan pada saat memiliki keinginan seksual?" pun pernah terlintas di kepalaku. Hidup selibat adalah salah satu resiko dalam memilih jalan hidup sebagai rohaniwan/wati, dan jelas itu artinya tidak dapat melakukan hubungan badaniah seperti layaknya suami istri yang sah. Oleh karenanya, aku menahan buku milik kakakku ini beberapa saat di rumahku agar pertanyaan tersebut dapat kutemukan di buku ini.

Paul Suparno, SJ mengajak kita untuk mendapatkan pengertian seksualitas terlebih dahulu sebelum melangkah lebih dalam.
Seksualitas diartikan sebagai seks, terbatas sebagai alat kelamin, unsur biologis dari diri manusia, dengan segala hormon dan dorongan kuat yang terkait. ... Seksualitas juga menyangkut keberadaan diri kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan. Maka hal itu menyangkut penampilan tubuh kita, bagaimana kita merasa aman dan bangga terhadap diri kita, penerimaan diri kita secara utuh; bagaimana kita berpikir tentang diri kita, orang lain dan juga Tuhan; bagaimana kita berelasi dan membangun relasi yang mendalam dengan diri sendiri, orang lain, semesta dan Tuhan. ... Dengan demikian, seksualitas bukan hanya seks atau soal kelamin, tetapi juga seluruh keberadaan kita sebagai pribadi manusia."
Ada tahapan perkembangan psikologi seksualitas (psikoseksual) yang biasanya dipisahkan dalam tiga masa kehidupan manusia. Masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masing-masing tahapan memiliki keunikan dan tanggung jawab, tapi yang paling patut diwaspadai dan dijaga hati-hati adalah pada tahapan anak-anak. Sebab pada tahapan tersebut, anak masih dalam posisi mencari tahu, hanya dapat merasakan, memiliki ketergantungan dan kepercayaan tinggi pada orang yang lebih dewasa padanya. Jika ada sedikit kesalahan saja terjadi, maka akan berpengaruh pada psikoseksual anak tersebut hingga dewasa.

Kaum rohaniwan harus dapat memahami arti seksualitas dan dapat menyikapinya dengan baik. Jangan sampai ada rohaniwan yang menolak segala yang terkait dengan seksualitas, menghindari lawan jenis karena merasa mereka sebagai penggoda atau merasa diri menjadi kotor pada saat tengah merasakan dorongan seksualitas. Atau bahkan bersikap ekstrem seperti terlalu ramah menjamah, mencium hingga berhubungan badan pada orang lain dengan dalih kekuasaan dan kepercayaan sang korban pada seorang rohaniwan. Tentu hal tersebut sangat tidak sesuai dengan kaulnya. Maka mereka harus dapat mengintegrasikan seksualitas dan dorongannya tersebut ke arah pelayanan pada sesama contohnya dengan bekerja, mencangkul ladang, dan sebagainya; dibarengi dengan terus berdoa mohon bimbingan Tuhan, niscaya energi yang awalnya memuncak tersebut akan tersalurkan dengan baik melalui kegiatan pelayanan tersebut. Ingat bahwa seksualitas adalah salah satu dari anugrah Tuhan pada kita manusia.

Romo Paul juga menjelaskan bahwa tak ada keburukan pada relasi yang bersifat intimacy, solitude dan loneliness; ASALKAN masih dalam batas kewajaran dan dapat diarahkan ke tujuan yang benar dan mengatasinya dengan bantuan Tuhan melalui relasi pada sesama. Rutin berefleksi dan aktif dalam komunitas maupun masyarakat, adalah salah satu kunci penting dalam hal ini. Rohaniwan harus dapat mempertahankan hidup selibat sesuai dengan kaulnya yang sudah merupakan satu paket dalam pilihan hidup mereka sendiri sejak awal.

Maka penting untuk melakukan filterisasi sejak awal pada para calon rohaniwan, agar pembimbing dan komunitas siap mengarahkan mereka. Jika memang merasa tak mampu atau tak ada fasilitas memadai untuk mengubah ke arah yang lebih baik pada kasus calon rohaniwan yang memiliki penyimpangan seksual karena masa lalu yang buruk, sebaiknya dengan ikhlas dapat melepaskan calon tersebut dengan penuh kerendah-hatian. Hal ini demi kelangsungan tugas perutusan yang lebih baik dalam masyarakat dan demi terjaganya nama Gereja.

Nah bener kan, buku ini bukan merupakan novel ataupun cerita pendek kok, tapi lebih cocok kalau kusebut buku panduan bagi para rohaniwan/wati dan juga bagi awam seperti kita agar bisa membantu dan mendukung hidup rohaniwan. Jadi berasa baca buku kuliah! Hihihi...

Oh yang menarik malah kutemukan pada halaman paling akhir buku ini, yaitu halaman Biografi Penulis. Ternyata Romo Paul Suparno, SJ ini suka banget belajar deh. Gelar BA filsafat pada STF Driyarkara Jakarta, sarjana IPA IKIP Sanata Dharma Yogyakarta, filsafat teologi di Institut Teologi Wedabhakti Yogyakarta, gelar MST fisika pada Boston College dan doktor pendidikan sains pada Boston University. Beliau pernah menjadi Dekan FKIP dan Rektor di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, kini mengajar pendidikan fisika di universitas tersebut. Whuaaa... bikin aku tak sanggup berkata-kata lagi. Keeerrreeennnnnnn...!!!

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~
Pengarang: Paul Suparno, SJ
Jenis Cover: Paperback
Jumlah Halaman: 168
Terbit: 2007
Penerbit: Kanisius
ISBN13: 9789792116601

Tidak ada komentar:

Posting Komentar