Selasa, 03 Mei 2011

Ronggeng Dukuh Paruk

Category:Books
Genre: Other
Author:Ahmad Tohari
Ronggeng Dukuh Paruk
rating: 4 of 5 stars
read: Apr 18, '09


Kuingatkan, bacaan untuk para pembaca dewasa.

Novel ini merupakan hasil karya Ahmad Tohari pada tahun 1981.
Tahun kelahiranku.
Mengisahkan kehidupan masyarakat sebuah dukuh kecil yang tak bergelora jika tak ada ronggeng menari dengan diiringi suara calung dan alat musik pendukung lainnya.
Ronggeng, yang tak dapat tidak untuk dikaitkan dengan 'kebutuhan badaniah' lainnya.
Profesi yang kuyakini telah berumur ribuan tahun, termasuk dalam jajaran profesi tertua di dunia.
Kupikir, sebagai perempuan, aku ikut bangga terhadap Srintil - si ronggeng.

Terlepas dari penari plus-plus tersebut, Srintil membuktikan bahwa perempuan sungguh dapat menaklukkan lelaki.
Namun kusadari juga bahwa posisi 'di atas' itu tidak selalu baik.
Ada kekosongan yang pada saatnya akan datang menyelinap hati.
Dalam buku ini, Srintil tak bisa melupakan Rasus - teman sepermainannya sejak kecil - lebih dari itu, dia mencintai Rasus.
Problem yang akan muncul jika seorang ronggeng menikah adalah melemahnya denyut nadi dukuh tersebut.
Kepentingan orang banyak dikalahkan.
Oleh sebab itu, Rasus mundur dan lebih memilih untuk serius berkarir sebagai tentara.
Acap kali kita pun berada pada posisi itu.
Ingin hati memilih sesuatu namun tak kuasa memutuskan karena kepentingan orang banyak akan dikorbankan.
Uh...pusing.

Tapi Srintil tak kuat.
Setelah tak sengaja terlibat dalam peristiwa 1965, ia ditahan dalam penjara karena dianggap sebagai bagian dari kaum komunis, direndahkan oleh masyarakat luas karena telah berstatus sebagai bekas tahanan, hingga diperdaya habis-habisan oleh pria hidung belang....Srintil menjadi gila.
Gila. Gila dalam arti sesungguhnya.
Rasus datang terlambat.
Menyesal sedalam-dalamnya.
Dan bertekad untuk total mengurus Srintil, dan Dukuh Paruk tanah kelahirannya.

Semangat ini memudar mengingat begitu banyak orang miskin dan lugu menjadi bulan-bulanan orang kaya dan pengusaha.
Dan ternyata hal itu masih terjadi sampai kini.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Sementara aku bukan seorang pejabat pemerintahan?
Dan bila aku menjadi aktivis yang membela rakyat kecil pun akan dilibas oleh roda pemerintahan.
Pesimis...ya!
Tapi jika banyak orang yang berpikiran seperti aku, dan bergabung menjadi satu, mungkin akan ada perubahan.
Sedikit demi sedikit.
Optimis...harus!

Oya, buku ini banyak bahasa Jawa-nya. Aku lewati bagian itu karena tidak terlalu mengerti bahasa Jawa.
Dan terlalu banyak deskripsi alam, yang sesungguhnya jika tak terlalu banyak, sangat indah. Mulai pertengahan buku, banyak kulewati bagian itu, karena aku tak tahu seperti apakah burung alap-alap itu, keket, cabak, dan sebagainya. Sedihnya aku... tak kutemukan itu semua di kota.

Aku suka cara bercerita Ahmad Tohari.
Aku menanti jika saja ada produser yang berminat memfilmkan novel ini.
Berat memang, masalah politik dan kevulgarannya terlalu nyata.
Tapi sungguh...bagus. Empat bintang kuberikan padanya.
Thanks to Mas Aldo yang udah ngijinin aku baca duluan bukunya ini. :D

4 komentar:

  1. halo mbak Monic; justru ketelitian dan kedetilan deskripsi alam itulah salah satu kekuatan novel ini. Memang terasa agak panjang jika dipandang secara terpisah, tetapi deskripsi itu menyatu dlm plot sehingga mendukung/menguatkan makna dan cerita yg hendak disampaikan...
    sekedar info, novel ini telah banyak diterbitkan di berbagai bahasa; di berbagai negara...

    BalasHapus
  2. sepertinya ini akan jadi blog wajib kunjungku
    thanks monic untuk ulasannya
    masih adakah buku ini di toko buku?

    BalasHapus
  3. Wew.. berarti aku yang kurang sabar yah :P
    Really? Berbagai bahasa? Ahmad Tohari emang okeh!

    BalasHapus
  4. Makasih Julie.. :)
    Hmm... belinya udah lama sih, jadi kurang tahu juga masih ada apa ga.

    BalasHapus