Selasa, 20 November 2012

Have A Little Faith

Have A Little Faith International EditionHave A Little Faith International Edition
Penulis: Mitch Albom
My rating: 4 of 5 stars

Ini salah satu buku yg dibeli mendadak. Biasa deh, nunggu temen di mall itu ga afdol rasanya kalau ga masuk ke toko buku dan beli buku. Hihihi… langsung browsing Goodreads untuk cari rekomendasi, dan langsung memutuskan beli setelah lihat banyaknya jumlah bintang yang bertaburan untuk buku ini. Terima kasih kawan-kawan di Goodreads. :)

Suatu hari, Mitch diminta oleh Rabbi Albert untuk memberikan kata-kata terakhir (eukologi) saat Rabbi meninggal kelak. Seorang awam diminta oleh Rabbi untuk peristiwa penting itu? Waks! Apa yang harus Mitch katakan nanti? Pilihan yang mudah sebenarnya. Tinggal tolak saja kan? Toh Mitch pun tak pernah dekat dengan Rabbi sejak ia kecil hingga kini ia usia dewasa dan berada di luar kota. Yaa..memang, semua peristiwa hidup dalam keluarganya selalu melibatkan Rabbi kecuali saat ia menikah dengan istrinya yang adalah seorang Kristen sehingga saat itu pernikahan mereka diberkati oleh pendeta. Mudah sekali menolak permintaan Rabbi, kan? Tapi Mitch memutuskan untuk menerima permintaan Rabbi, dengan satu syarat: ia harus lebih mengenal Rabbi agar tahu harus bicara apa di saat-saat terakhir nanti. Itu berarti, intensitas pertemuan dan komunikasi harus lebih banyak.

Maka dimulailah perjalanan hidup Mitch yang baru. Setiap beberapa minggu sekali, ia terbang ke kota lamanya, mengikuti kebaktian di sinagoga lagi bersama orang tuanya, lalu duduk mengobrol dengan Rabbi untuk lebih mengenalnya. Awal pertemuan…Mitch terasa aneehhh banget! Dulu ia berusaha ambil jarak setiap melihat Rabbi yang berbadan tinggi besar dan memiliki hobi bernyanyi itu. Soalnya kan Rabbi adalah jembatan antara Tuhan dan manusia. Jadi kayaknya suci banget gitu! Beda kelas deh! Hihihi…

Eh tapi lama kelamaan, karena semakin sering ketemu & ngobrol, Mitch jadi tahu kalau Rabbi tuh suka aneh kayak manusia biasa juga. Aneh, pakai baju ga matching. Aneh, mesra & romantis tapi tetep lucu sama istri. Aneh, bisa nangis dan sempet protes juga ke Tuhan saat anaknya meninggal. Ternyata Rabbi tuh ga sesuci dan selalu ideal kok. Dia tetep manusia biasa. Ooohh…gitu toh, maka Mitch pun merasa rileks dan makin sering ngobrol apapun ke Rabbi. Tentang hidup, tentang agama, tentang toleransi hidup beragama, tentang Tuhan, tentang keluarga, tentang apa aja!

Seperjalanan waktu, Mitch bertemu dengan Pendeta Henry yang badannya gembrot abish! Gerejanya asli ga keurus, cat tembok banyak yang terkelupas bahkan ada lubang besar di atap yang bikin gereja selalu punya air terjun setiap hujan deras datang. Istimewanya, Gereja ini menyediakan tempat berlindung, pakaian dan makanan secukupnya bagi para homeless. "We were part of each other's lives. If someone was about to slip, someone else could catch him. ~Reb" Yang bikin Mitch ga percaya pada Pendeta adalah: masa lalu si Pendeta yang amat sangat kelam! Jualan narkoba, maling, pemakai obat, pernah dipenjara…ih serem kan! Kok bisa sih orang ini sekarang jadi pendeta? Apa beneran udah tobat atau menggunakan karir pendeta sebagai alibinya dalam mengeruk kekayaan dari jemaat atau donatur?

Pendeta Henry menceritakan mengapa ia berubah dari Saulus menjadi Paulus. "When we're still looking at ourselves through our past, we're not seeing what God has done. What He can do!" Tapi berhari-hari, berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, Mitch masih belum percaya. Hingga akhirnya Cass, organis yang berkaki cacat, memaksa Mitch untuk mendengarkan ceritanya. Kisah hidup Cass yang fokusnya malah menceritakan kebaikan hati seorang Pendeta Henry. "His kindness saved my life." Mitch terkaget-kaget. Beberapa cerita dari para gelandangan yang menumpang tidur di gereja itu pun semakin membuat paradigma Mitch terhadap Pendeta Henry berubah. Dan Mitch pun mulai menulis artikel tentang gereja itu. Tentang para gelandangan yang ditampung dan diberi kasih sayang tanpa syarat di gereja itu.

Sementara itu, kesehatan Rabbi Albert menurun drastis. Opname, rawat jalan, pakai alat bantu jalan…bikin sedih semua orang yang melihat dan mengenalnya. Rabbi yang biasanya gagah, sekarang menjadi tua dan sekarat. Mitch merasa waktunya semakin dekat. 8 tahun sudah ia intens dekat dengan Rabbi, banyak pelajaran hidup yang telah mengubah pandangan sempitnya selama ini. Suatu hari, Mitch mendapat kabar kalau Rabbi opname lagi, dan meninggal di sana. Saatnya tiba. Semua file dan coretan tangan isi pembicaraan mereka selama ini ia pandangi. Pada hari pelepasannya, Mitch tak memerlukan coretan tangan itu, ia memberikan pidato terakhirnya seperti ia tengah berbicara pada Rabbi. Betapa ia dan jemaat merindukan sosok Rabbi, dan percaya Rabbi bahagia di surge karena telah menuntaskan tugasnya dengan amat baik di dunia. Di bagian ini, aku ikut merinding dan menangis bacanya. Hikss…

Saat-saat sedih harus diakhiri. Mitch kembali ke gereja Kristen milik Pendeta Henry karena mendapat kabar gembira. Banyak donatur yang tergerak ingin membantu perbaikan Rumah Tuhan itu setelah membaca artikel Mitch. Waahh seneng banget! Pembangunan pun berjalan, dan Pendeta Henry jadi super sibuk ke gereja para donator untuk berterima kasih. Dalam sebuah perjalanan, Pendeta minta extend 1 hari di kota itu karena ia hendak mengenang masa kecilnya. Mitch pun pulang duluan. Emang yah, ini buku sedih sekaligus touching banget, umur Pendeta habis di kota itu. "We who are born, are born to die." Dia kena serangan jantung. Hayaahh… dan Mitch pun harus kehilangan orang yang ia hormati lagi. Pada kebaktian pelepasannya, Mitch diperkenankan untuk memberikan kata-kata terakhir. Seorang Yahudi di mimbar Gereja Kristen, bukan untuk menggurui, tapi bertindak sebagai orang yang kehilangan sahabatnya.

Apa yang kupelajari dari buku ini? Perdalam agama sendiri, buka wawasan luas, toleransi antar agama dan perbedaan lain itu harus, bergaul itu penting, mencari latar belakang dari sesuatu hal sebelum menghakimi itu amat penting, selalu keep in touch dengan kolega dan teman lama untuk menjaga tali silaturahmi, selalu ada Tuhan dalam setiap diri orang, sebar kasih sayang, bertindaklah sesuatu sesuai kemampuan kita untuk kebahagiaan dan kebutuhan orang lain. Doohh..banyak amet yang belum kulakukan selama ini yaaa…

Quotes ini yang paling ngena di aku:
"...I asked you what you thought about your parents." "They weren't perfect, but they don't need improvement." "This is very insightful, because it means you are willing to accept people as they are. Nobody is perfect. That's okay."

"Faith is about doing. You are how you act, not just how you believe."

"It does not good to be angry or carry grudges. It does you more harm than the object of your anger."

"It's not me againts the other guy. It's God measuring me againts me."

"to live good, to do good, and to be blessed."


Buku Mitch yang ini adalah kisah nyata. Tertulis jelas di sampul depan. Dan bodohnya, aku baru sadar pada akhir-akhir halaman buku ini, terutama saat ada gerakan sumbangan untuk gereja yang dipimpin Pendeta Henry. Sekian persen royalty buku ini pun disumbangkan ke mereka. Astagaa.. kenapa aku bisa miss tulisan besar di sampul ya? Apa karena terbiasa masuk ke dalam cerita author, jadinya ga selalu percaya dengan apa yang tertulis di buku? Hihihi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar